Selasa, 21 Juni 2011

Mengenal Autisme


Belakangan waktu ini ada banyak definisi tentang apa itu Autisme yang beredar di kalangan masyarakat kita.
Ada beberapa artikel yang saya peroleh hasil browsing di internet. Kali ini, saya coba berbagi sedikit dari yang saya dapatkan itu.

Autisme, adalah gangguan perkembangan khususnya terjadi pada masa anak-anak yang membuat seseorang tidak mampu mengadakan interaksi sosial dan seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. Pada anak-anak biasa disebut dengan Autisme Infantil.

Gejala autisme infantil timbul sebelum anak mencapai usia 3 tahun. Pada sebagian anak gejala-gejala itu sudah ada sejak lahir. Seorang Ibu yang sangat cermat memantau perkembangan anaknya sudah akan melihat beberapa keganjilan sebelum anaknya mencapai usia 1 tahun. Yang sangat menonjol adalah tidak adanya atau sangat kurangnya tatap mata.

Kita dapat menggunakan standar di bawah ini untuk memeriksa apakah seorang anak menderita autis atau tidak yang merupakan standar internasional tentang autisme.

ICD-10 (International Classification of Diseases) 1993 dan DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual) 1994 merumuskan kriteria diagnosis untuk Autisme Infantil yang isinya sama, yang saat ini dipakai di seluruh dunia. Kriteria tersebut adalah :
Harus ada sedikitnya 6 gejala dari (1), (2), dan (3), dengan minimal 2 gejala dari (1) dan masing-masing 1 gejala dari (2) dan (3).
 
(1) Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik. Minimal harus ada 2 dari gejala di bawah ini :
·         Tak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai : kontak mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak gerik kurang tertuju
·         Tidak bisa bermain dengan teman sebaya
·         Tak ada empati (tak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain)
·         Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang timbal balik 

(2) Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi. Minimal harus ada 1 dari gejala di bawah ini :
·         Perkembangan bicara terlambat atau sama sekali tak berkembang. Anak tidak berusaha untuk berkomunikasi secara non-verbal
·         Bila anak bisa bicara, maka bicaranya tidak dipakai untuk berkomunikasi
·         Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang
·         Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif, dan kurang dapat meniru 

(3) Adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku, minat, dan kegiatan. Minimal harus ada 1 dari gejala di bawah ini :
·         Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan berlebihan
·         Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tidak ada gunanya
·         Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang
·         Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda

Sebelum umur 3 tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan dalam bidang (1) interaksi sosial, (2) bicara dan berbahasa, dan (3) cara bermain yang monoton, kurang variatif.
Bukan disebabkan oleh Sindroma Rett atau Gangguan Disintegratif Masa Kanak.

Namun kemungkinan kesalahan diagnosis selalu ada, terutama pada autisme ringan. Hal ini biasanya disebabkan karena adanya gangguan atau penyakit lain yang menyertai gangguan autis yang ada, seperti retardasi mental yang berat atau hiperaktivitas.
Autisme memiliki kemungkinan untuk dapat disembuhkan, tergantung dari berat tidaknya gangguan yang ada. 

(Sumber : Kumpulan Artikel Psikologi)

Senin, 20 Juni 2011

Menentukan Terapi & Pendidikan untuk Anak Autis


Banyak orang tua yang tidak tahu harus melakukan tindakan apa selanjutnya pada saat mengetahui buah hatinya terdiagnosa autism. Perasaan kaget merupakan reaksi spontan yang ditunjukkan si orang tua. Kebingungan, ketakutan dan kekuatiran merasuki benak mereka. Ada banyak tanya yang tidak dapat mereka ungkapkan. Apalagi bagi orang tua yang awam dengan kata autis. Bahkan dalam ketidakmengertian mereka ini, muncul rasa malu memiliki anak autis. Tidak jarang ada orang tua yang menyembunyikan keberadaan si anak ini.
Minimnya pengetahuan yang mereka miliki, sehingga orang tua tidak tahu apa yang dapat mereka lakukan agar kelak si anak spesial ini dapat menjalani kehidupannya nanti. Bagaimana nantinya tumbuh kembang si anak? Khususnya pola belajar seperti apa yang memang paling tepat diberikan kepada anak berkebutuhan khusus ini.

Sekedar berbagi informasi, dibawah ini beberapa tips untuk mempersiapkan terapi dan pendidikan untuk anak autis, semoga dapat menjadi tambahan masukkan bagi orang tua yang memiliki anak autis.

1. Terapi apa yang paling cocok bagi anak autis?
Untuk menentukan terapi yang paling cocok bagi anak autis pada awalnya perlu dilakukan assessment atau pemeriksaan menyeluruh terhadap anak itu sendiri. Assessment itu bertujuan untuk mengetahui derajat keparahan, tingkat kemampuan yang dimilikinya saat itu, dan mencari tahu apakah terdapat hambatan atau gangguan lain yang menyertai. Biasanya terapi yang diberikan adalah terapi untuk mengembangkan ketrampilan-keterampilan dasar seperti, ketrampilan berkomunikasi, dalam hal ini keterampilan menggunakan bahasa ekspresif (mengemukakan isi pikiran atau pendapat) dan bahasa  reseptif (menyerap dan memahami bahasa). Selain itu, terapi yang diberikan juga membantu anak autis untuk mengembangkan ketrampilan bantu diri atau self-help, ketrampilan berperilaku yang pantas di depan umum, dan lain-lain. Dengan kata lain, terapi untuk anak autis bersifat multi terapi.

2. Apa kendala paling sulit pada saat terapi anak autis?
Kendala pada terapi anak autis tergantung pada kemampuan unik yang ia miliki, ada anak autis yang dapat berkomunikasi, ada yang sama sekali tidak. Namun sebagian besar anak autis memiliki keterbatasan atau hambatan dalam berkomunikasi sehingga ini menjadi kendala besar saat terapi. Anak belum dapat mengikuti instruksi guru dengan baik. Bahkan anak kadang tantrum saat diminta mengerjakan tugas yang diberikan. Terkadang anak autis suka berbicara, mengoceh, atau tertawa sendiri pada waktu belajar.

3. Bagaimana sikap anak autis saat menjalani terapi?
Biasanya anak autis memiliki hambatan atau keterbatasan dalam berkomunikasi. Hal tersebut terlihat dari perilaku mereka yang cenderung tidak melihat wajah orang lain bila diajak berinteraksi, sebagian besar kurang memiliki minat terhadap lingkungan sekitar, dan sebagian cenderung tertarik terhadap benda dibandingkan orang.

4. Apa perubahan yang diharapkan setelah terapi?
Pada akhirnya, anak autis diharapkan dapat berkomunikasi, yang tadinya cenderung bersifat satu arah menjadi dua arah. Dalam artian ada respon timbal balik saat berkomunikasi atau bahasa awamnya “nyambung”. Kemudian perubahan lain yang juga diharapkan adalah memiliki ketrampilan bantu diri, kemandirian, serta menyatu dan berfungsi dengan baik di lingkungan sekitarnya. Hasil yang menggembirakan tentu sangat diharapkan orang tua anak penderita autis. Ini terlihat bila anak tersebut sudah dapat mengendalikan perilakunya sehingga tampak berperilaku normal, berkomunikasi dan berbicara normal, serta mempunyai wawasan akademik yang cukup sesuai anak seusianya.

5. Seberapa cepat perubahan akan terlihat?
Perubahan atau kemajuan yang terjadi tentunya bersifat individual. Hal tersebut tergantung pada hasil assessment, gaya belajar anak autis, dan intensitas dari terapi atau pendidikan yang diberikan serta kerjasama antara orangtua, pengasuh anak dengan para pendidik, terapis atau ahli kesehatan

6. Bagaimana mengenai pendidikan anak autis?
Perlu diketahui bahwa setiap anak autis memiliki kemampuan serta hambatan yang berbeda-beda. Ada anak autis yang mampu berbaur dengan anak-anak ’normal’ lainnya di dalam kelas reguler dan menghabiskan hanya sedikit waktu berada dalam kelas khusus namun ada pula anak autis yang disarankan untuk selalu berada dalam kelas khusus yang terstruktur untuk dirinya. Anak-anak yang dapat belajar dalam kelas reguler tersebut biasanya mereka memiliki kemampuan berkomunikasi, kognitif dan bantu diri yang memadai. Sedangkan yang masih membutuhkan kelas khusus biasanya anak autis dimasukkan dalam kelas terpadu, yaitu kelas perkenalan dan persiapan bagi anak autis untuk dapat masuk ke sekolah umum biasa dengan kurikulum umum namun tetap dalam tata belajar anak autis, yaitu kelas kecil dengan jumlah guru besar, dengan alat visual/gambar/kartu, instruksi yang jelas, padat dan konsisten, dsb).

7. Bagaimana metode belajar yang tepat bagi anak autis?
Metode belajar yang tepat bagi anak autis disesuaikan dengan usia anak serta, kemampuan serta hambatan yang dimiliki anak saat belajar, dan gaya belajar atau learning style masing-masing anak autis. Metode yang digunakan biasanya bersifat kombinasi beberapa metode. Banyak, walaupun tidak semuanya, anak autis yang berespon sangat baik terhadap stimulus visual sehingga metode belajar yang banyak menggunakan stimulus visual diutamakan bagi mereka. Pembelajaran yang menggunakan alat bantu sebagai media pengajarannya menjadi pilihan. Alat Bantu dapat berupa gambar, poster-poster, bola, mainan balok, dll. Pada bulan-bulan pertama ini sebaiknya anak autis didampingi oleh seorang terapis yang berfungsi sebagai guru pembimbing khusus

8. Pengajar seperti apa yang dibutuhkan bagi anak autis?
Pengajar yang dibutuhkan bagi anak autis adalah orang-orang yang selain memiliki kompetensi yang memadai untuk berhadapan dengan anak autis tentunya juga harus memiliki minat atau ketertarikan untuk terlibat dalam kehidupan anak autis, memiliki tingkat kesabaran yang tinggi, dan kecenderungan untuk selalu belajar sesuatu yang baru karena bidang autisma ini adalah bidang baru yang selalu berkembang.

9. Suasana belajar seperti apa yang dibutuhkan anak autis?
Tergantung dengan kemampuan dan gaya belajar masing-masing anak autis. Ada anak autis yang mencapai hasil yang lebih baik bila dibaurkan dengan anak-anak lain lain, baik itu anak’normal’ maupun anak-anak dengan kebutuhan khusus lainnya. Ada anak autis yang lebih baik bila ditempatkan pada suasana belajar yang tenang, tidak banyak gangguan atau stimulus suara, warna, atau hal-hal lain yang berpotensi mengalihkan perhatian.

10. Apa saja yang diajarkan dalam pendidikan anak autis?
Komunikasi (bahasa ekspresif dan reseptif), ketrampilan bantu diri, ketrampilan berperilaku di depan umum, setelah itu dapat diajarkan hal lain yang disesuaikan dengan usia dan kematangan serta tingkat inteligensi.

11. Sampai umur berapa tahun anak autis mendapat pendidikan khusus?
Semua itu sekali lagi tergantung pada kemampuan anak, gaya belajar anak, serta sejauh mana kerjasama antara orangtua atau pengasuh dengan pendidik atau terapis.

12. Umur berapa anak sudah dapat dilepas masuk ke sekolah umum?
Lagi-lagi hal ini tergantung pada kemampuan anak.

13. Berapa besar kemungkinan anak autis berbaur dengan murid lain di sekolah biasa?
Kemungkinan selalu ada. Akan tetapi semua itu tergantung pada kemampuan anak autis tersebut dan apakah sistem pendidikan atau fasilitas di sekolah ’biasa’ itu mendukung berbaurnya anak autis dengan murid-murid lain dalam kelar reguler.

14. Apakah pada akhirnya anak autis dapat hidup di lingkungan umum tanpa perlakuan khusus?
Untuk beberapa kasus yang amat jarang terjadi (sampai saat ini), ada individu dengan autisma dengan kemampuan berkomunikasi yang memadai, tingkat inteligensi yang memadai, serta pendidikan dapat mendukung dirinya untuk mandiri dan berbaur dengan lingkungan tanpa perlakuan khusus. Hal ini bergantung pada faktor internal (diri anak autis sendiri) dan faktor eksternal, yaitu lingkungan, apakah sistem di lingkungan mendukung atau memungkinkan anak autis untuk dapat berfungsi secara baik dalam kesehariannya.

(sumber : berbagai sumber)

Jumat, 06 Mei 2011

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus akibat adanya gangguan perkembangan. Adapun gangguan perkembangan yang dimaksud adalah gangguan perkembangan intelektual/kecerdasan, fisik, mental, komunikasi & sosialisasi.

Yang termasuk dalam kelompok ABK adalah Tuna Netra, Tuna Daksa, Tuna Grahita, Tuna Rungu, Autis, ADHD, Asperger, dll.

Setiap tahun terjadi peningkatan jumlah ABK di Indonesia, khususnya Autis. 1 dari 100 anak usia 0 s.d 12 tahun didapati sebagai penyandang Autis.

Autis adalah gangguan perkembangan pada anak yang meliputi gangguan berkomunikasi, gangguan berinteraksi sosial, gangguan perilaku dan gangguan emosi. Gangguan-gangguan ini akhirnya berdampak kepada kemampuan belajar dan prestasi anak.